Sunday, 8 June 2014

Operasi Plastik: Ingin Menjadi Cantik atau Penyakit Mental ??

Kecantikan dicari oleh wanita di seluruh dunia, salah satu tujuannya adalah agar selalu terlihat menarik di mata pria. Bahkan ada ungkapan “beauty controls the world”. Karena ungkapan tersebut, banyak wanita dari remaja hingga dewasa berlomba-lomba untuk berpenampilan sempurna dari alami hingga secara instan, salah satunya  dengan operasi plastik. Dilihat dari sisi psikologis, yang menjadi dasar wanita melakukan operasi plastik menurut psikolog Sofiana Indrawaswari,M.Psi, ialah hilangnya kepercayaan diri dengan adanya persepsi bahwa dengan menjadi cantik atau menyerupai orang lain maka akan diterima di lingkungan sekitar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang hingga ia ingin melakukan operasi plastik, namun yang paling signifikan menurut Sofia ialah kelainan mental terselubung yang disebut body dismphorpic disorder (BDD) atau juga dikenal dysmorphobia. Penderita memiliki ketidakpuasan ekstrim terhadap penampilan sehingga terus-menerus merasa cemas dengan kekurangan fisik yang sebenarnya tidak bermasalah menurut orang lain.

Gangguan BDD menunjukkan perilaku yang hampir sama dengan gangguan makan (eating disorder) di mana penderita adalah seorang yang perfeksionis. Mereka tidak pernah melihat dirinya cukup baik meskipun tengah berada di garis kematian (misal, kasus anorexia atau kekurangan berat badan). Orang-orang ini memiliki self esteem yang rendah sehingga kekurangan fisik mereka dirasakan sebagai kegagalan yang fatal. Penderita BDD sering melakukan berbagai hal yang berlebihan hanya untuk mengkamuflase kekurangannya, seperti berdiri di depan cermin berjam-jam ataupun memakai riasan wajah sebanyak-banyaknya untuk membuat diri mereka merasa lebih baik.

Menariknya, perilaku ini cukup merebak di antara kaum muda saat ini. BDD pada umumnya mulai kelihatan sejak seseorang memasuki masa remaja namun pencetus terjadinya BDD ialah kelainan di dalam system kerja otak penderita yang menghalangi penderita untuk melihat dirinya yang sebenarnya sebagaimana orang lain melihat dirinya. Namun, ada kemungkinan lain seperti fisiologis otak atau trauma masa lalu karena penderita mendapatkan siksaan secara fisik maupun verbal dari lingkungan sekitar yang membuatnya jadi terobsesi dengan operasi plastik sebagai ekspresi memutilasi diri yang merupakan bentuk dari kurangnya rasa menghargai diri sendiri.

Operasi plastik bukanlah suatu solusi untuk mendapatkan kebahagiaan atau mengembalikan kepercayaan diri sendiri karena setelah melakukan operasi plastik terdapat kemungkinan akan mengalami syok secara mental, depresi atau bahkan kecanduan operasi plastik. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi kesalahan yang menyebabkan kegagalan dalam operasi plastik karena sekali menjalani operasi plastik Anda tidak akan mendapatkan wajah Anda kembali seperti sedia kala. Bagaimana dengan wajah Anda pada 5-15 tahun mendatang jika sekarang Anda sudah melakukan operasi plastik? Banyaknya perawatan juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit demi kecantikan yang menurut Anda dapat membawa kebahagiaan.

Cara termudah untuk menghentikan obsesi terhadap kecantikan ialah dengan bersyukur karena di dunia ini tidak ada yang diciptakan sempurna. “Plastic surgery will not change anything, because beauty is not everything”.
————————————————
Tentang Penulis:
Novia Roro Wulan adalah mahasiswi London School of Public Relation.