Monday, 7 April 2014

Kecantikan Tidaklah Sebatas Kulit

Orang bilang bahwa kecantikan itu hanya sebatas kulit. Salah. Kecantikan ternyata menunjukkan sesuatu yang lebih mendasar. Studi dari Finlandia menunjukkan bahwa kecantikan merefleksikan kesehatan tubuh secara umum.

Pria dan wanita berbeda Studi internasional yang dipimpin oleh ahli biologi evolusi Finlandia Markus Rantala dari Turku University ini menunjukkan bahwa wajah memancarkan sinyal yang berbeda pada pria dan wanita.

Pada penelitian sebelumnya, Rantala dkk menemukan bahwa daya tarik wajah pria berhubungan dengan seberapa kuat sistem kekebalan tubuh mereka. Ketika para peneliti meminta wanita untuk menilai pas foto pria, mereka menemukan bahwa semakin menarik pria dalam pandangan wanita, semakin kuat respon imun pria untuk vaksin terhadap hepatitis B. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa gen imun yang dikenal sebagai MHC lebih memberikan perlindungan pada pria yang wajahnya dinilai menarik oleh wanita.

Penelitian lain telah menunjukkan bahwa fitur yang dianggap maskulin seperti rahang menonjol, alis tebal dan kumis atau jenggot lebat dikendalikan oleh testosteron (hormon seks laki-laki). Karena kadar testosteron tinggi berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh yang lebih baik pada pria, maka pria maskulin tampaknya memang lebih sehat. Ini adalah versi manusia dari apa yang disebut sebagai prinsip handicap yang dikenalkan oleh ahli biologi Amots dan Avishag Zahavi pada tahun 1975 untuk menjelaskan fenomena seperti ekor merak jantan yang besar. Dengan kata lain, daya tarik wajah pria secara evolusioner terkait dengan sistem kekebalan tubuh.

Pada wanita, ternyata kecantikan terkait dengan hal yang berbeda. Dalam penelitian ini Rantala mengulangi percobaan dengan vaksin hepatitis B pada wanita. Mereka memilih vaksin hepatitis B karena hepatitis B adalah salah satu virus yang paling umum, sehingga secara ekologis dan evolusioner relevan dengan sistem kekebalan tubuh untuk menanggapinya.

Karena sebagian besar orang Finlandia telah divaksinasi terhadap hepatitis B, para peneliti melakukan studi mereka di Universitas Daugavpils di Latvia, di mana vaksin itu kurang umum. Alasan lain adalah bahwa di Latvia para mahasiswi lebih sedikit menggunakan pil KB, yang dapat mengubah keseimbangan hormon dan memengaruhi penampilan penggunanya, misalnya dalam bentuk jerawat.

Penelitian ini melibatkan 52 mahasiswi yang diambil pas fotonya. Delapan belas mahasiswa heteroseksual kemudian menilai foto mereka pada skala dari -5 (sangat tidak menarik) sampai +5 (sangat menarik). Ternyata, pada wanita para peneliti tidak menemukan korelasi antara kecantikan dengan derajat respon kekebalan tubuh mereka. Sebaliknya, mereka menemukan korelasi antara kecantikan dengan kadar hormon stres dan persentase lemak di wajah. Semakin tinggi kadar hormon stres, semakin kurang menarik wajah perempuan.

“Ini sebenarnya cukup logis, karena kita tahu bahwa hormon stres menghambat hormon seks wanita, dan jika tingkat stres sangat tinggi maka dapat membuat wanita tidak subur,” kata Rantala. Dengan kata lain, kecantikan wajah seorang wanita bisa membantu pria menemukan wanita yang kurang terpengaruh stres, dan karena ada korelasi yang kuat antara stres dan kesuburan, sinyal stres yang tercermin di wajah secara evolutif menentukan derajat kecantikan.

Tidak kurus dan tidak gemuk Studi ini menunjukkan bahwa jika wanita ingin terlihat menarik, dia harus mencoba untuk menjaga berat badannya normal. Terlalu banyak atau terlalu sedikit lemak di jaringan wajah dinilai tidak menarik oleh pria dalam studi itu.

Para peneliti percaya bahwa hal ini mungkin memberikan sinyal kesehatan yang lebih umum yaitu bahwa terlalu kurus dan terlalu gemuk tidak sehat. Berat badan juga berkaitan dengan kesuburan. Wanita yang terlalu kurus atau terlalu gemuk biasanya kurang subur dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal .

Jadi ini bisa menunjukkan bahwa laki-laki memilih pasangan mereka berdasarkan kesehatan dan kesuburan, sementara wanita memilih pasangan mereka sebagian didasarkan pada risiko jangka pendek, yaitu potensi menginfeksi dirinya dengan penyakit, dan sebagian didasarkan pada apakah dia akan dapat memberikan keturunan dengan sistem kekebalan yang kuat.

Para peneliti menyadari bahwa kecantikan memang tidak terbatas pada fitur wajah yang disebutkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain seperti usia, proporsi dan simetri tubuh, dan bau badan dapat turut berperan. “Tapi wajah merupakan salah satu faktor yang paling penting– lebih penting daripada misalnya bentuk tubuh,” kata Rantala.

Nah, bila Anda ingin terlihat cantik, turunkanlah tingkat stres dan jagalah berat badan!
——————————
Sumber: ”Facial attractiveness is related to women’s cortisol and body fat, but not with immune responsiveness”, Biology Letters (2013), DOI: 10.1098