Orang bilang bahwa kecantikan itu hanya sebatas kulit. Salah.
Kecantikan ternyata menunjukkan sesuatu yang lebih mendasar. Studi dari
Finlandia menunjukkan bahwa kecantikan merefleksikan kesehatan tubuh
secara umum.
Pria dan wanita berbeda Studi internasional yang dipimpin oleh ahli biologi evolusi Finlandia
Markus Rantala dari Turku University ini menunjukkan bahwa wajah
memancarkan sinyal yang berbeda pada pria dan wanita.
Pada penelitian sebelumnya, Rantala dkk menemukan bahwa daya tarik
wajah pria berhubungan dengan seberapa kuat sistem kekebalan tubuh
mereka. Ketika para peneliti meminta wanita untuk menilai pas foto pria,
mereka menemukan bahwa semakin menarik pria dalam pandangan wanita,
semakin kuat respon imun pria untuk vaksin terhadap hepatitis B. Hal ini
sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa gen imun yang
dikenal sebagai MHC lebih memberikan perlindungan pada pria yang
wajahnya dinilai menarik oleh wanita.
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa fitur yang dianggap maskulin
seperti rahang menonjol, alis tebal dan kumis atau jenggot lebat
dikendalikan oleh testosteron (hormon seks laki-laki). Karena kadar
testosteron tinggi berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh yang lebih
baik pada pria, maka pria maskulin tampaknya memang lebih sehat. Ini
adalah versi manusia dari apa yang disebut sebagai prinsip handicap yang
dikenalkan oleh ahli biologi Amots dan Avishag Zahavi pada tahun 1975
untuk menjelaskan fenomena seperti ekor merak jantan yang besar. Dengan
kata lain, daya tarik wajah pria secara evolusioner terkait dengan sistem kekebalan tubuh.
Pada wanita, ternyata kecantikan terkait dengan hal yang berbeda.
Dalam penelitian ini Rantala mengulangi percobaan dengan vaksin
hepatitis B pada wanita. Mereka memilih vaksin hepatitis B karena
hepatitis B adalah salah satu virus yang paling umum, sehingga secara
ekologis dan evolusioner relevan dengan sistem kekebalan tubuh untuk
menanggapinya.
Karena sebagian besar orang Finlandia telah divaksinasi terhadap
hepatitis B, para peneliti melakukan studi mereka di Universitas
Daugavpils di Latvia, di mana vaksin itu kurang umum. Alasan lain adalah
bahwa di Latvia para mahasiswi lebih sedikit menggunakan pil KB, yang
dapat mengubah keseimbangan hormon dan memengaruhi penampilan
penggunanya, misalnya dalam bentuk jerawat.
Penelitian ini melibatkan 52 mahasiswi yang diambil pas fotonya.
Delapan belas mahasiswa heteroseksual kemudian menilai foto mereka pada
skala dari -5 (sangat tidak menarik) sampai +5 (sangat menarik).
Ternyata, pada wanita para peneliti tidak menemukan korelasi antara
kecantikan dengan derajat respon kekebalan tubuh mereka. Sebaliknya,
mereka menemukan korelasi antara kecantikan dengan kadar hormon stres dan persentase lemak di wajah. Semakin tinggi kadar hormon stres, semakin kurang menarik wajah perempuan.
“Ini sebenarnya cukup logis, karena kita tahu bahwa hormon stres
menghambat hormon seks wanita, dan jika tingkat stres sangat tinggi maka
dapat membuat wanita tidak subur,” kata Rantala. Dengan kata lain, kecantikan wajah seorang wanita bisa membantu pria
menemukan wanita yang kurang terpengaruh stres, dan karena ada korelasi
yang kuat antara stres dan kesuburan, sinyal stres yang tercermin di
wajah secara evolutif menentukan derajat kecantikan.
Tidak kurus dan tidak gemuk Studi ini menunjukkan bahwa jika wanita ingin terlihat menarik, dia
harus mencoba untuk menjaga berat badannya normal. Terlalu banyak atau
terlalu sedikit lemak di jaringan wajah dinilai tidak menarik oleh pria
dalam studi itu.
Para peneliti percaya bahwa hal ini mungkin memberikan sinyal
kesehatan yang lebih umum yaitu bahwa terlalu kurus dan terlalu gemuk
tidak sehat. Berat badan juga berkaitan dengan kesuburan. Wanita yang
terlalu kurus atau terlalu gemuk biasanya kurang subur dibandingkan
dengan mereka yang memiliki berat badan normal .
Jadi ini bisa menunjukkan bahwa laki-laki memilih pasangan mereka
berdasarkan kesehatan dan kesuburan, sementara wanita memilih pasangan
mereka sebagian didasarkan pada risiko jangka pendek, yaitu potensi
menginfeksi dirinya dengan penyakit, dan sebagian didasarkan pada apakah
dia akan dapat memberikan keturunan dengan sistem kekebalan yang kuat.
Para peneliti menyadari bahwa kecantikan memang tidak terbatas pada
fitur wajah yang disebutkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain
seperti usia, proporsi dan simetri tubuh, dan bau badan dapat turut
berperan. “Tapi wajah merupakan salah satu faktor yang paling penting–
lebih penting daripada misalnya bentuk tubuh,” kata Rantala.
Nah, bila Anda ingin terlihat cantik, turunkanlah tingkat stres dan jagalah berat badan!
——————————
Sumber: ”Facial attractiveness is related to women’s cortisol and
body fat, but not with immune responsiveness”, Biology Letters (2013),
DOI: 10.1098